Sabtu, 27 Juli 2013

Perlindungan Tanaman dalam Perspektif Ketahanan Pangan

Oleh: E.Akhmad Syaifudin

Sejarah sudah membuktikan bahwa banyak bangsa yang berperang menderita kekalahan bukan karena lemah dari sisi persenjataan, namun, justru lemah dalam persediaan pangan.  Berdasarkan keadaan itu, maka dalam doktrin Ketahanan Nasional Indonesia, Ketahanan Pangan merupakan sub sistem Ketahanan Nasional.

Menurut UU no 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.  Pangan memiliki dimensi yang luas, mulai dari pangan yang esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain); serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya, seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya,  dengan demikian, pangan tidak hanya berarti pangan pokok, dan jelas tidak hanya berarti beras, tetapi pangan yang terkait dengan berbagai hal lain. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM Universal (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948, serta UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan (http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/13-ketahanan-pangan-nasional.pdf,  diakses 28 Juli 2013)

Sebagai sebuah sistem, maka ketahanan pangan Indonesia mengenal sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi, dan sub sistem konsumsi.  Konseptual, diharapkan bahwa ketahanan pangan itu dapat terwujud bila sub-sistem sub-sistem ini dapat bekerja dengan sebaik-baiknya.  Dalam hal ketersediaan, maka prinsip-prinsip produksi tanaman pertanian berkelanjutan harus menjadi acuan. 

Berbicara masalah prinsi-prinsip produksi tanaman pertanian berkelanjutan, maka terdapat pilihan bagi petani, ingin hasil tinggi namun tidak stabil dari waktu ke waktu, ataukan ingin hasil tidak terlalu tinggi namun stabil dari waktu ke waktu.  Dalam kaitan dengan memperoleh kebutuhan sesaat, maka sering pilihan jatuh pada mengejar hasil tinggi walaupun pada kenyataannya nanti hasil itu tidak stabil dari waktu ke waktu.  Yang berpengaruh di sini umumnya merupakan pilihan-pilihan teknologi yang menunjukkan kehebatan dalam mendorong produksi ke tingkat tertentu sehingga memuaskan petani selaku produsen.  Tidak disadari, pilihan ini “meracuni” pikiran petani, yang terbutakan dengan produksi tinggi (output, O), padahal modal (input, I) untuk mendapatkan produksi tinggi itupun juga tinggi.  Alhasil, keuntungan yang diperoleh petani sesuai dengan rumus π = O – I, tidak menggembirakan.


Perlindungan tanaman, adalah kegiatan di mana tanaman mendapatkan pengelolaan yang dibutuhkan sebelum, selama, dan sesudah panen.  Pengelolaan dimaksud, merupakan penerapan teknologi-teknologi yang dipilih untuk proses produksi tanaman, yang mungkin saja berupa teknologi jaman dahulu (teknologi revolusi hijau), maupun teknologi baru yang ramah lingkungan.  Penting diingat, bahwa untuk setiap pilihan teknologi ada konsekuensi ekonominya, dan tentu ini berpulang kembali ke petani sebagai manajer.  Pertanyaannya, petani di Indonesia sudahkah disiapkan sebagai manajer yang mampu menangani setiap permasalahan khas usahataninya? Jika jawabannya belum, maka tugas kita semua yang memiliki kemampuan akademis Ilmu-ilmu Pertanian untuk menyiapkan itu semua.  Dengan dimilikinya kemampuan manajerial oleh petani, maka tercapailah prinsip Pengendalian Jasad Pengganggu Tanaman Terpadu yaitu: petani mampu mengambil keputusan pada usaha taninya (petani ahli).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar